Sebenarnya hari Rabu (12/06) kami ditawari teman saya Rohman
untuk mendaki gunung Papandayan yang mungkin adalah solusi lain dari habisnya
kuota untuk naik ke uncak gunung Gede. Saya setuju saja, karena akhir pekan ini akan sangat merugikan jika
dihabiskan dengan menyendiri di kost-kostan. Keyakinan ini ditambah lagi dengan
kamera pentax k-5ku yang lumayan agak menganggur ku endapkan di dalam tasnya.
Hari Jumat kita berangkat dari Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai
Purwakarta yang terletak di Kota Industri Bukit Indah.
sebelum pendakian |
Bersepuluh kami (Pak Dedy S., Syafwan Alfajri, Aditya dc, Oktafri N, Heri F, Alghifary, Pak Budi H. dan Saya ) termasuk dua orang anak seusia
anak kelas 3 SD (Rayan dan Zidan) kami berangkat menuju kota Garut. Dengan menggunakan dua mobil
Avanza dan Xenia putih, masing-masing Aditya dan Saya menyetir Mobil tersebut. Pemberhentian kami adalah Rumah Makan Ampera
ke-2 arah Garut setelah keluar dari Tol Purbaleunyi. Setelah itu kami lurus sampai ke Kaki Gunung
Papandayan.
terminal yang difoto pagi harinya |
Dua mobil kami diparkir di depan rumah Pemandu Gunung. Selanjutnya kami diantar menggunakan
kendaraan Pick-up. Waktu itu menunjukkan
pukul 10 Malam. Jalan menuju Kaki gunung
yang merupakan terminal tempat berkumpul pendaki menginap sangat sepi. Waktu
tempuh kami 45 menitan. Tiga tenda didirikan di bawah pohon yang searah dengan
angin. Dan Masak memasak pun dimulai.
Masak memasakpukul 11 malam |
Aku tak mengerti cara mendirikan tenda, sehingga aku hanya
bias membantu mereka dengan meneranginya. Kegiatan malam yang pendek itu
ditutup dengan Tidur yang tidak begitu pulas. Aku bukan seorang pendaki, waktu
itu tak banyak persiapan yang ku bawa. Aku gak bawa sleeping bed, matras,
senter, pisau. Pemula yang nekat. Buntut
kenekatan itu aku menjadi sangat kedinginan di pagi harinya.
Tempat penitipan barang |
Gunung Papandayan terakhir mempunyai status siaga tanggal (5/5/2013) dan kami naik puncak gunung itu pada tanggal 15 Juni 2013. Yang kali pertama saya bayangkan sewaktu Hiking itu adanya Pos-Pos setiap jarak tempuh. Tetapi disana tidak ada. Gunung itu meletus membuatnya tak mempunyai kawah yang utuh lagi. Gunungnya tinggal Separuh. Sehingga untuk meraih puncak kami harus memutar cukup jauh dan curam dengan derajat naik 70-80 derajat.
Sungguh sangat curam. sehingga dengan ketinggian 2.622
mdpl kami cukup ngos-ngosan dan sering berhenti beberapa menit untuk mengambil
nafas lega.
Awal pendakian kami melihat hanya batu-batuan sepanjang mata
memandang, sedikit-sedikit didominasi oleh asap uapan belerang panas. Tujuan kami memang menuju puncaknya yang hamper
tiga ribuan meter. berikut gambar gambar yang diambil untuk bagian gunung yang
berupa bebatuan :
Pak Dedy |
Daerah bekas aliran dan Letusan |
Setelah itu, kami masih harus naik lagi dengan tanjakan 70
derajat. Kira-kira hanya berjarak seratus meter dengantanjakan tersebut,
akhirnya kami sampai dengan apa itu namanya Hutan Mati, konon, cerita sampai
menjadi hutan karena beberapa tahun lalu tepatnya tahun 2011 pernah terjadi
letusan. Letusannya tidak begitu besar. Namun, awan panasnya tertiup angin dan
menutupi sebagian hutan yang lebat, so jadilah hutan mati seperti gambar ini. Dan setelahnya baru kami menuju
hutan yang sebenarnya.
Hutan Mati |
Gunung itu cukup sepi oleh para pendaki. Jadi hutan nampak menjadi liar dan lebat. Sesekali
kami kehilangan yang lain yang lebih dahulu berada di depan. Suara “hoi” “hoi” sahut menyahut agar yang di
depan menunggu yang dibelakang agar bersama-sama. Hal ini supaya kami tidak
terpecah pecah jalur pendakian. Jalur pendakian
tahap awal memang berupa batu batu yang tanjakannya sangat curam. tak ada jalur
pasti, sehingga kami butuh pemandu. Namun pemandunya sangat cepat melangkahkan
kaki-kakinya, karena beban yang ia bawa juga sedikit ia menjadi lincah. Sehingga
kami pun mau tidak mau harus menyesuaikan diri untuk menyelaraskan langkah agar
sampai bersama-sama.
Tingkat kecuraman yang hamper 80 persen telah dilewati
sehingga sampailah kita ke tempat yang namanya TEGAL ALUN, apakah itu tegal
alun ?,
Plang Papan Memasuki Kawasan Tegal Alun |
pandanganku langsung plong dan mungkin ada sensasi rasa syukur yang
mendalam. Karena khususnya, saya, baru kali ini dalam hidup bias menemui,
menginjakkan kaki ke tempat yang indah, sejuk dan megah itu. Saya juga amat
bersyukur bias pipis di tempat itu. Hamparan tanaman edelweiss yang sedang
mekar juga menambah sensasi haru teman-temanku yang mungkin bias menghadirkan
tetes air mata. “Luar Biasa”.
Gambar yang diambil tegal arum, ladang edelweiss. SubhanAllah, di tempat ini pula saya bisa merasakan Sholat Dhuhur dengan nikmat, di Surga Papandayan. Alhamdulillah.
Break sejenak di Surga Papandayan |
Puncak |
Foto Bersama (Saya - Hijau) |
1. Manisnya hidup didapat setelah kita berusaha melangkah sebisa mungkin, sekontinyu mungkin dengan lingkungan yang mengarahkan kita ke sana.
2. Hasil akhir itu mungkin tidak selalu yang terbaik, tetapi prosesnya bisa jadi akan sangat indah untuk dijadikan sejarah untuk dikenang maupun diceritakan.
3. Janganlah meninggalkan teman saat dalam perjalanan.
assalamualikum wr.wb..
selamat sore..
mas boleh sharing nomor telepon pemandunya?
kami rencana akan ke Gunung Papandayan minggu ini..
terimakasih ya
welly
w.tamrin@gmail.com
wa'alaikum salam pak Welly .. nanti saya beri nomor pemandu beserta detilnya... bisa di e-mail ke ms.novan@gmail.com.
Post a Comment