Pendakian Gunung Merbabu Via Suwanting
Pada tanggal 27 Februari, saya menuju sebuah Gunung yang bernama Merbabu. Di
sini seseorang tour dari kami-yang mempunyai pokok rencana pendakian-sengaja
memilih pendakian lewat jalur suwanting. Sebagai orang yang diajak-saya-manut
manut saja karena saya cukup menikmati perjalanan mendaki gunung. Pagi harinya
setelah tiba di stasiun tawang setelah menaiki kertajaya tambahan, kami ber
empat orang-2 cewek dan 2 cowok- dijemput oleh 5 orang teman kami yang lebih
dulu tiba di kota semarang. 5 orang ini adalah preliminary sebagai sarana
persiapan. Setelah beres-beres kami menuju ke kabupaten magelang, bernama
muntilan. Disinilah sebagian gunung ini kami tuju, dan disinilah jalur
suwanting berada. Perjalanan ini melewati setidaknya 3 kota, kota semarang,
kota salatiga, kota magelang. Perjalanan kami memakai sebuah mobil pribadi yang
ber-plat B dan sebuah mobil rental berplat nomor H. Seperti biasa, perjalanan
sangat mengasikkan, perjalanan melewati tiga kota ini akan disuguhkan
pemandangan dan kearifan lokal yang sangat identik dengan wilayah
masing-masing. Bagi orang jakarta yang setiap hari menikmati hutan beton
sungguh merupakan momen yang patut disyukuri apabila melewati daerah dengan
kekayaan tumbuhan hijau di sisi kiri-kanan saat melakukan perjalanan mobil. Namun,
akan biasa saja bagi saya yang memang kampung saya dengat dengan gunung bromo,
Pasuruan Jawa Timur.
Awalnya kami mencoba untuk mendiskusikan bagaimana rute perjalanan
menggunakan angkutan umum, istilahnya “nge-teng”. Namun kami memutuskan dengan
tepat dengan membawa mobil sendiri menuju ke base camp jalur pendakian suwanting. Yang jelas. Setelah kita
melaksanakannya, perjalanan dengan mobil adalah pilihan sangat benar karena
untuk memakai sarana umum akan sangat kesulitan-tidak seperti menuju ke gunung
semeru-disebabkan angkutan umum menuju kesana hampir jarang ditemukan atau
nihil. Estimasi perjalanan adalah 2 jam lewat tol dari stasiun semarang tawang menuju
jalur pendakian suwanting.
Setibanya kami disana, kami disambut dengan warga sekitar, mobil kami
diparkir-biayanya 10 ribu untuk sekali parkir-di sekitar hunian warga yang
sempit. Disana akan di brieving oleh
pawang gunung sampai kita mengerti medannya. (disini usahakan kita mencatat
setiap jalur yang akan ditempuh, mencatat juga perkiraan waktu tempuh antara
pos/lembah yang satu dan yang lain, karena untuk manajemen waktu.) di tempat
ini manfaatkan waktu untuk menyiapkan semuanya seperti mental, peralatan, baju
maupun makanan. Saran saya, untuk pendakian gunung merbabu ini hindari membawa
banyak barang bawaan, makanan terlalu banyak, dan air terlalu banyak. Saya hanya
menyarankan membawa baju kering hangat untuk tidur, baju perjalanan yang mudah
kering, dan trecking pole.
Setidaknya membawa air untuk satu orang adalah maksimal 1,5 liter. Karena di
tengah perjalanan ada mata air.
Perjalanan kami setidaknya dalam kondisi tidak normal, dalam artian hujan
sepanjang hari. Beginilah kondisi medan saat tidak hujan:
“saat tidak hujan, jalur suwanting cocok digunakan untuk pendaki yang
memang ingin suasana trecking / bukan pemula. Karena jalurnya kebanyakan curam
naik ke atas terus, sangat sedikit dan hampir tidak ada turunan sewaktu hiking. Untuk pemula sebaiknya mencari
jalur selo atau yang lain”
Kondisi saat hujan :
“saat hujan-yaitu perjalanan kami-jalur yang menanjak naik seperti sungai
kecil. Air meluncur deras dan menakutkan jika dilakukan oleh pemula, kondisi
jalur adalah 100% tanah tidak ada pasir/batu seperti di gunung semeru. Jalur tanah
licin, becek, dan kotor. Selain itu suhunya meskipun tidak terlalu dingin
seperti pada musim kemarau, cukup membuat mental jatuh saat tidak siap dengan
kondisi hujan. Perjalanan dalam kondisi hujan kami berangkat dari base camp suwanting pukul 12.00 WIB s.d.
mencapai pos 3 pukul 21.00 WIB malam.”
Melihat kondisi di atas, tentu kita mengalami cukup banyak hambatan di
jalan. Hambatan ini seperti 3 dari 9 kami berhenti di tengah jalan karena
kurang sehat, saat tengah malam, dengan jarak tempuh 1,5 jam sebelum mencapai
pos 3(tempat paling bagus untuk mendirikan tenda). Nesting kami bawa semua
menuju pos 3 sedangkan perbekalan makanan di bawa oleh salah seorang dari 3
orang. Sehingga kami makan dengan apa yang kami bawa-meskipun itu makanan pokok
cukup banyak-akan tetapi, 3 orang yang memutuskan berhenti di tengah jalan ini
membawaa seluruh pasokan makanan dan celakanya mereka tidak membawa nesting. Sehingga
penyebab dari hambatan tersebut adalah :
- Pembagian logistik tidak merata,
- Terlalu banyak membawa logistik sehingga banyak yang kami buang,
- Kurang persiapan fisik sebelum pendakian
- Kesiapan mental kurang-untuk melawan kondisi hujan
- Perbekalan hujan kurang lengkap untuk mengatasi dampak hujan yang terjadi
- Banyak pendaki dari kami yang belum cukup berpengalaman untuk naik gunung.
Hambatan pertama, logistik tidak merata yaitu kami tidak memperhitungkan
apa yang terjadi di atas sehingga saat panik ada yang memutuskan melanjutkan
perjalanan dan ada yang berhenti di tengah jalan, kita terlena dengan barang
bawaan logistik. Kami membawa alat masak namun tidak membawa makanannya.
Hambatan kedua karena kami tidak memperhitungkan akan terjadinya hujan,
ternyata kita malah malas untuk memasak di tempat peristirahatan sehingga
banyak yang kami buang, namun ini masih baik daripada kekurangan makanan.
Hambatan ketiga dan keempat, memang disadari atau tidak termasuk saya
sendiri kurang mengadakan latihan fisik
Hambatan kelima, saat terjadi hujan, antisipasi pendaki kurang, terutama
dalam hal baju ganti dan menjaga kondisi suhu tubuh untuk melawan basah
keringat dan hujan dengan suhu dingin.
Untuk yang terakhir ini. Memang susah, karena disaat yang paling kotor
sekalipun karena hujan atau tidak, tempat peristirahatan maupun tenda untuk
tidur diupayakan untuk tetap nyaman dan bersih. Disini kemampuan untuk
mendirikan tenda yang cepat tanpa menimbulkan tenda banjir karena kurang cepat
mengembangkan tenda, atau memilih lokasi yang baik dengan kondisi yang buruk
sekalipun untuk tempat darurat.
Terlepas dari hambatan tersebut di atas, ternyata banyak sekali hal-hal
yang menjadi pengalaman menarik untuk di ulang-ceritakan, kejadian saat hujan,
kejadian saat beberapa memutuskan untuk berhenti dan kembali, kejadian untuk
tetap berada di tengah jalan, kejadian saat berada di pos 3, cerita dari orang
yang sudah mencapai puncak dan lain-lain.
Keputusan untuk naik saat hujan sangat tidak dianjurkan, ini hanya boleh
dicoba untuk orang yang sudah berpengalaman dan mau naik saat hujan. Saat hujan,
kondisi tubuh yang kedinginan seringkali menyebabkan orang mendapatkan gejala
hipotermia yang menandakan kondisi tubuhnya tidak mempu melawan hawa dingin
dari luar tubuhnya.
Cerita kami :
Saat melanjutkan di pos bendera yang saat itu dalam perjalanan curam
menanjak, ada satu orang anak kuliahan dari fakultas kesehatan turun sendirian
dan berpapasan dengan kami, karena saya berada di posisi paling depan saya
menanyakan jarak tempuh menuju pos 3. Yang katanya masih 1,5 jam lagi. Dalam kondisi
jalanan becek baru saja hujan. Waktu menunjukkan pukul 18.30. anak itu memberi
tahu medan yang nantinya akan kami lewati, mungkin gayanya seperti melaporkan
ini membuat sebagian mental kami menjadi kendor. Benar juga saat naik ke atas
kami bertemu dengan kelompok lain yang nampaknya sedang mendirikan tenda
darurat. Setelah kami cek ternyata satu orang di kelompok itu menderita
hipotermia-seperti mau mati. Akhirnya disadari atau tidak dalah satu dari kami
memutuskan untuk bergabung dengan tenda mereka (seseorang kami yang baru naik
gunung dan mendapat pengalaman pertama terkena hujan-hahaha). Karena kami cukup
korsa, akhirnya 2 teman kami menemaninya. Sehingga total 3 orang yang berhenti
di tengah jalan. Selainnya tetap melanjutkan perjalanan. Perjalanan gelap becek
curam menanjak akhirnya kami menemukan mata air-yang ditandai dengan pipa
putih-dengan 2 galon air besar satu biru dan satu hitam. Melanjutkan perjalanan
dengan mencari jejak jejak sepatu, YANG HARUS DIWASPADAI ADALAH, SETELAH MATA
AIR INI BANYAK PENDAKI AKAN MENDAPATI JALUR YANG CUKUP BANYAK DAN BISA SAJA
MEMBUAT TERSESAT. Arah yang benar
adalah menuju ke kanan lalu naik sampai dengan mendapati pipa putih melintang
di depan, kita lalu melewati pipa yang melintang itu memotong arahnya, jangan
mengikuti kemana pipa itu pergi! Hingga sampai pada pos 3 dan mendirikan tenda.
Pagi harinya kami mendapati orang orang yang ternyata adalah sebagian
kelompok yang temannya mengalami hipotermia tadi, ada juga 2 orang pendaki yang
mempunyai perkiraan pendakian naik turun hanya 2 hari satu malam-karena kondisi
hujan- sehingga molor menjadi 3 hari 2 malam. Setelah saya memutuskan bertanya
kepada beberapa orang tentang keadaan puncak kami memutuskan untuk turun pukul
10 Siang dan tidak menuju kepuncak (sayang sekali). Kabut dan hujan membuat
kami kurang bisa menikmati pemandangan alam. Jarak hanya 10 meter! Kami turun
dan mendapati di bawah--di tempat 2 teman kami dengan keputusan 2 orang itu--ternyata
menunggu kami karena makanan. Alhamdulillah karena selanjutnya kami masak di
tempat itu. Dan kami akhirnya turun sampai ke base camp.
Lalu apa yang terjadi dengan 1 orang teman kami dan rombongan hipotermia
tadi ?
Mereka turun pukul 7 malam kemarin dengan terlebih dahulu meminta bantuan
dari basecamp, 2 orang dari basecamp—seorang pawang gunung, dan seorang anak
gunung—untuk secepatnya datang. Dan benar saja mereka menuju pos 2 dari base
camp hanya 45 menit dengan kondisi hujan
dan gelap.
Apa yang sebenarnya membuat seorang dari kelompok itu hipotermia ? ada
sebuah kearifan lokal yang dipercaya harus dilakukan pada saat berada di lokasi
tertentu, yaitu saat di hutan pinus (lembah gosong) dan di lembah manding. Menurut
kepercayaan masyarakat sekitar, 2 tempat itu adalah gerbang menuju kerajaan jin
dan setan, sehingga pawang gunung mewanti-wanti kita untuk selalu permisi sebelum
melintasi tempat itu. Mereka sebenarnya juga tidak memberi saran untuk
mendirikan tenda di 2 hutan tersebut. Dan secara umum juga kita harus menjaga
lisan kita dari berbicara yang tidak baik maupun mengeluh. Mitos yang kami
terima bahwa ada suatu pohon dengan batang menjalar yang bila kita duduki maka
teman kita yang menjadi sasaran. Pernah juga ada suatu kejadian 24 orang
kesurupan di lembah manding. Terlepas dari kemistisan itu kita percaya atau
tidak, wallahualam. Namun singkat cerita, menurut penuturan seorang teman kita
yang menjadi saksi peristiwa, bahwa memang di tengah-tengah perjalanan si anak
penderita hipotermia-yang hampir mati ini, yang sampai badannya sudah diganti
dengan 2 temannya dan juga sudah diganti bajunya basahnya (kering)-pernah
mengucapkan kata-kata yang mungkin memicunya pada keadaannya sekarang. Saya sampai
merinding!.
Itu saja, selama perjalanan sampai dengan pos 3 dengan kondisi dingin dan
hujan-sehingga baju kami basah oleh keringat maupun air hujan-kami tidak
mendirikan tenda dan langsung jos dengan pertimbangan bahwa ketika suhu badan
menurun, capek, kita harus berhenti seminimal mungkin (menghindari hipotermia) dan
diupayakan untuk cepat sampai karena jika kita terus berjalan maka kita bisa
menjaga suhu tubuh tetap normal dan dengan sampainya kita menuju pos 3, kita
bisa mendirikan tenda dan mengganti baju basah kita yang kering serta
mendirikan perapian untuk menghangatkan badan.
Sekian
Hahahahahaa..ternyata ada yg nulis cerita ini toh... Nanti saya lengkapi ceritanya ya bang...
Salam
Apunk corlone (ig) -saya rombongan yg hipotermia di lembah manding bang..hahahahaha
Hehehe iya mas. Buat kenang kenangan saya tulis. Wah boleh boleh mas. Silakan lengkapin mas ceritanya... Nanti saya posting disini atau pake tautan juga bisa...
Salam
Pertama kali memang seperti itu. Ada kejadian yg tidak kita inginkan. Kudu siap dengan kondisi alam
Post a Comment