Ulat adalah suatu masa dalam perjalanan hidup sebuah hewan cantik. Hewan yang mulanya identik dengan perkembangan (umumnya) dari telur – ulat- kepompong – kupu-kupu.
Saya lebih suka ber-ide dan memperbincangkan metamorphosis kupu-kupu saat ia menjadi seekor ulat, terutama ulat yang berbulu atau sebenarnya berambut, dan tentu bukan saat menjadi titik puncak yaitu kupu-kupunya.

Di masa hewan ini muncul, banyak yang menganggap dan melontarkan rumor, gossip, dugaan, serta anggapan, bahkan ‘pencemaran nama baik’, ataupun fakta dari ulat ini, wallahualam. Memang ulat banyak sekali macamnya, ada yang botak (tidak berambut/berbulu), ulat berbulu yang terkenal dengan kontroversialnya, dan ulat yang mempunyai hiasan seperti bunga di punggungnya, sungguh menakjubkan, ada juga yang dilengkapi persenjataan sungut atau entup (bahasa jawa, baca : sengat), akan tetapi tertarik akan saya singgung mengenai ulat bulu yang kontroversialnya dengan membabat habis daun tanaman juga menimbulkan rasa gatal yang luar biasa. Betapa tidak, pada masa kedigdayaannya, mereka berusaha menjajah beberapa pohon untuk kelangsungan hidupnya, menghabiskan sumber daya alam yang ada di suatu tanaman pada kawasan pertanian atau perkebunan dan mulai meng-invansi sebagian besar kehidupan hijau di lengkungan perumahan.
Saai itulah perlawanan sengit terjadi oleh penguasanya, betapa tidak, “segala cara” ditempuh untuk membinasakan dan menamatkan kariernya sebagai hama, di sisi itulah “pencemaran nama baik datang”, bukankah kita sebagai orang awam selalu menganggap ulat sebagai hama yang merugikan, selalu saja berkiran negative, lebih parah lagi, selain mengganggu kerajaan hijau, ia juga berupaya melepaskan bulu-bulunya / rambut gatalnya degngan bantuan pasukan angin yang dengan setinya mengantarkan stok-stok bulu untuk dikirimkan pada baju saat dijemur sebagai bom kimia otomatis, serta tidak “malu” untuk bekerja sama dan meminta Khilafah/pemimpin kerajaan angin untuk menempatkan paket-paket bulunya ke lading kulit manusia, tentunya sesuai pesanan. Sehingga keadaan ini mengantarkan mereka pada peperangan yang tidak pernah usai. Kejadian ini “ sangan’amat’ bisa ’sekali’ ” dilukiskan dalam kehidupan kita shari-hari. Disebut menjadi ulat yang notabene dibenci dan dikucilkan dengan degala cara dan upaya, namun saat menjadi kupu-kupu sebagai hiasan pencerah mata dan lingkungan justru ia memperoleh penghargaan yang positif, bukankah kupu-kupu harus belajar bejuang saat menjadi ulat sebelum diterima di masyarakat?. Sosok ulat tersebut hanya merupakan tampilan fisik luarnya saja, sedangkan bulu menurut saya adalah pemanfaatan tindakan si ulat akibat dari kesalahan/jawaban orang lain. Jawaban berarti bisa upaya yang negative ataupun yang positif, jadi jawaban bukan hanya teori ataupun ucapan semu hanya di bibir, jika mungkin kita sadar, seharusnya kita mengerti bahwa bulu ulat hanya tumbuh sekali seumur hidup, ketika semua jadi dirontokkan untuk mempertahankan dirinya maupun tidak untuk demikian, saat itulah dia akan berkumpul kepada ulat lain yang bulunya tidak lebat pula, membentuk koloni, untuk menjadi kepompong dan bersemedi di dalamnya, meng-introspeksi diri dalam kesunyian dalam penggunaan bulunya tersebut. Dan kembali ke masyarakat untuk diterima sebagai kupu-kupu yang cantik, bukankah jika ingin kita berhasil mengintrospeksi diri hanya dalam kesendirian dan kesunyian, bukan dalam bentuk berjamaah!!!, ternyata bila si kupu-kupu itu tidak mampu untuk introspeksi , ia akan mati dalam kepompongnya. Tentu juga bukan dengan bisa terbang yang berasal dari paksaan saat ia belum sempurna untuk dapat berjuang keluar dari kepompongnya, malah ia tidak bisa terbang jika kita paksa keluar sebelum ia sendiri berusaha untuk keluar.
Telur memang bukan berasal dari reproduksi ulat, akan tetapi berasal dari sepasang kupu-kupu yang menghasilkan telur dan kemudian menjadi ulat, si bedebah akibat perlakuan dari lingkungannya.
Terlepas dari tulisan di atas, apakah kita kita masih menganggap kupu-kupu masih memiliki “sifat” bulu dari ulat atau tidak?, ini adalah cerminan dari pandangan kita menempuh perjuangan kupu-kupu saat menjadi ulat. Mari menjadi ulat bulu yang baik.
Inspirasi di atas berasal dari pengalaman liburan kuliah sebulan saya di rumah yang saat itu diserang oleh ulat bulu selama tiga minggu di dua pohon mangga depan dan belakang rumah saya, foto di atas di-jepret dengan keberanian, jumlah itu sekitar seperlimapuluh (1/50) dari jumlah ulat bulu di semua pohon mangga (bahkan lebih), mungkin sekarang mereka telah menjadi kupu-kupu atau bahkan musnah bemusuhan dengan semut-semuat merah dalam pohon yang sama. Mungkin banyak peristiwa yang nyata-nyapa seperti dalam tulisan di atas. Bagaimana ? bagaimana ?
Terima kasih.
Post a Comment